Selasa, 27 Januari 2009

POJOK IBU

Rabu,28/01/2009

Anak-anakku bertanya kenapa blog pertamaku ini kunamai 'Pojok Ibu'. Sebetulnya sih aku sebarang saja menuliskan itu tanpa ada dasar filosofis apa pun. Masalahnya, waktu iseng nyoba langkah-langkah bikin blog itu, ga kepikir sedikit pun aku mau dinamai apa, apa yang mau ditulis di situ, bahkan apakah aku bisa berhasil atau tidak dalam mempraktikkan semua petunjuk pembuatan blog itu pun aku masih belum tahu. Mengingat kemampuan diriku sendiri dalam masalah komputer apalagi internet yang benar-benar berada' di bawah garis'kemampuan rata-rata orang.

Makanya, begitu aku berhasil aku sangat bangga dengan diriku sendiri itu. Spontan kunamai blog itu dengan 'Pojok Ibu' mengingat aku memang seorang emak-emak (Ibu) yang dalam kesehariannya beraktivitas di salah satu pojok rumah tempat meja kerjaku berada.

Namun, aku berharap walaupun aku 'emak-emak' yang (cuma) duduk di pojok rumah dalam aktivitas kesehariannya,semoga saja aktivitasku itu memberi manfaat khususnya kepada diriku sendiri. Kalau bisa bermanfaat bagi orang lain juga, mengapa tidak?


Senin, 26 Januari 2009

Belajar sepanjang hayat (2)

selasa, 27 Januari 2009

Aduh bener ya susah sekali belajar di usia menjelang senja seperti aku ini. Ya, kalo kata orang Bandung sih otak emak-emak seperti aku udah dalam tahapan hese inget gancang poho yang terjemahan bebasnya sih lemot alias lemah otak.

Baru tadi malam aku seneng banget bisa bikin blog sampai-sampai udah hampir tengah malam juga aku belum tidur saking senengnya ngutak-ngatik 'mainan' baru. Eh, paginya begitu aku mau coba bikin tulisan lagi, semua proses yang telah aku lakukan tadi malam itu ga ada satu pun yang bisa aku praktikan lagi, padahal semua tahapan yang aku catat sudah aku ikuti tapi tanpa hasil.

Sampai siang aku ga mau menyerah dulu, aku mau belajar sendiri tanpa minta bantuan sama anak-anakku. Tapi, akhirnya aku harus menyerah juga. Aku tetap harus teriak lagi minta bantuan mereka.

Yah, ternyata mau tidak mau aku sekarang sudah jadi anggota PDI yang bukan partai politik itu tapi kependekan dari Penurunan Daya Ingat alias Pikun.

Sedih? Ow, tentu saja aku sedih tapi aku tak mau menyerah pada kondisi itu. Masih banyak yang perlu aku syukuri dibandingkan menangisi kondisiku yang seperti itu. Aku harus bersyukur, saat Allah memberikan ujian kepadaku dengan penyakit, aku 'hanya' diberi sakit STROKE RINGAN. Aku harus bersyukur sakit stroke itu hanya menyebabkanku jadi anggota PDI tidak melumpuhkan otakku atau anggota badanku yang lain. Dan yang paling aku syukuri adalah aku masih diberi kesempatan hidup oleh-Nya sehingga aku masih bisa menemani anak-anakku tumbuh, berkembang, dan mandiri suatu hari nanti.

Sebagai salah satu tanda rasa syukurku pada-Nya itulah aku memacu diriku untuk terus belajar, belajar, dan belajar apa saja, kepada siapa saja.

Belajar apa saja kujadikan sebagai terapi untuk menjaga agar aku tidak kehilangan semua daya ingatku. Aku sudah merasakan dampak dari diambilnya kembali oleh yang punya itu, walau hanya sedikit dari yang diberikan-Nya untukku. Dengan demikian aku tidak boleh menyia-nyiakan yang masih disisakan banyak oleh-Nya.

Maka kepada siapa saja yang membaca tulisanku ini kuharapkan jangan bosan memberitahuku apa yang aku ga tahu, ya karena dengan demikian Anda semua telah ikut membantuku untuk sembuh. Untuk kembali normal mungkin tidak, tapi paling tidak yang tersisa di diri aku sekarang masih bisa bermanfaat bagi diriku sendiri dan semoga juga bagi orang lain.


Belajar sepanjang hayat

Senin, 26 Januari 2009

Akhirnya, Alhamdulillah aku bisa juga bikin blog sendiri dengan instrukturnya anak-anakku. Wah, heboh deh jadinya. Kakak-adik bergiliran ngasih instruksi dari kanan-kiriku. Belum lagi Si Bungsu, putri semata wayangku ikut nimbrung minta perhatian dari semua. Dia agak 'jealous' karena perhatian kakak-kakaknya tertumpah semua kepada ibunya.
Ya, maklum ajalah aku termasuk ke dalam pepatah yang mengatakan "Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu, belajar sesudah dewasa (tua?) bagai mengukir di atas air".
Nah, aku termasuk ke dalam kategori yang keduanya ,"belajar sesudah tua bagai mengukir di atas air". Ya, susah bener ngertinya sesusah mengukir di atas air. Semua yang diterangkan harus main catat dulu, lalu dicoba, salah, diterangkan lagi, catat lagi, dicoba lagi. Terus begitu sampai bisa.
Beruntunglah,aku punya anak-anak yang sabar dan telaten mengajariku, ibunya yang benar-benar 'gaptek', yang sehari-harinya cuma ngurusin masalah 'domestik', seputar dapur dan sumur menjadi melek teknologi sampai tahu komputer, tahu internet, sampai bisa ngeblog seperti ini.
Duh, terima kasih banyak, anak-anakku. Dengan bimbingan kalian cakrawala dunia ibumu terbentang tanpa batas.